WELCOME!

Selamat datang para pengunjung , semoga blog ini dapat bermanfaat dalam memberikan informasi, dan ini sebagai parameter saya untuk terus belajar menulis dan menulis

Senin, 28 Januari 2008

sulproston mencegah perdarahan post partum

Pemberian Sulproston dalam penanganan retensi plasenta 1)

dr.Diyah Metta Ningrum
dr.H. Risanto Siswosudarmo,SpOG
Bagian Obstetri dan Ginekologi RS dr. Sardjito
Yogyakarta


ABSTRAK

Latar Belakang. Retensi plasenta masih sebagai salah satu penyebab terbesar terjadinya perdarahan post partum dan kematian maternal.
Tujuan. Pemberian sulproston dimaksudkan untuk mengurangi tindakan manual plasenta, sehingga komplikasi akibat tindakan ini dapat dikurangi.
Bahan dan cara. Tinjauan pustaka
Hasil. Terdapat hasil yang signifikan dengan pemberian sulproston dibanding plasebo, yakni 13 dari 24 kasus ( 51,8%) plasenta dilahirkan setelah pemberian sulproston dibanding pada pemberian plasebo hanya 4 dari 26 kasus (17,6%)
Kesimpulan. Sulproston dapat mengurangi tindakan manual placenta sampai 49%.

Kata kunci: retensi plasenta, perdarahan postpartum, sulproston, manual plasenta

Latar belakang

Perdarahan postpartum paling sering diartikan sebagai keadaaan kehilangan darah lebih dari 500 ml selama 24 jam pertama sesudah kelahiran bayi. Banyak faktor yang mempunyai arti penting dalam menimbulkan terjadinya peradarahan postpartum yang dini maupun lanjut. Penyebab perdarahan postpartum dini adalah atonia uteri atau laserasi jalan lahir. Retensi bagian plasenta atau seluruh plasenta, dapat mengakibatkan keduanya dan merupakan penyebab yang mengakibatkann terjadinya perdarahan paska persalinan dan kematian maternal.
Kala III persalinan didefinisikan sebagai saat keluarnya bayi sampai lahirnya plasenta. Secara fisiologis, pemisahan plasenta dari dinding uterus disebabkan oleh perdarahan kapiler setelah tali pusat berhenti berdenyut, yang diakibatkan karena kontraksi uterus. Hemostasis ini dipertahakan dengan kontraksi dan retraksi miometrium yang menyebabkan penekanan pembuluh darah dan obliterasi luminal. Plasenta kemudian secara ekspulsi keluar melalui vagina. Terdapat 4 tanda terlepasnya plasenta dari uterus; uterus berbentuk globular, mengecil, terdapat darah yang mengalir dan tali pusat memanjang. Salah satu tanda ini harus ada pada 5 menit pertama setelah lahirnya bayi. Biasanya kala III ini memakan waktu 10 menit bila dilakukan manajemen kala III aktif. Manajemem kala III aktif diartikan sebagai penggunaan obat-obatan uterotonika, pengkleman tali pusat sesegera mungkin, serta melahirkan plasenta segera setelah bayi lahir. 1
Lazimnya, oksitosin dan preparat ergot telah lama digunakan sebagai uterotonika untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum. Hanya saja ditemukan ketidakstabilan oksitosin dalam suhu yang tinggi, sehingga mudah rusak, sedangkan preparat ergot menimbulkan efek samping seperti muntah, nausea dan meningkatkan tekanan darah. 1,2
Preparat prostaglandin memiliki efek uterotonika yang sangat kuat, dan efek kerja obat ini sering digunakan sebagai induksi dalam kehamilan. Preparat ini tidak menimbulkan efek hipertensi sehingga dapat digunakan bagi pasien dengan hipertensi.1


Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui efek sulproston dalam mengurangi tindakan manual plasenta terhadap retensi plasenta, sehingga komplikasi dari manual plasenta seperti terjadinya infeksi saluran genitalia dan perdarahan dapat dihindarkan.

Manajemen
Definisi retensi plasenta (WHO 1990) adalah apabila plasenta tidak dilahirkan 1 jam setelah kelahiran bayi. Retensi plasenta merupakan komplikasi kala III yang dapat mengancam nyawa ibu bila tidak segera ditangani. Manajemen standar yang dilakukan adalah dengan melahirkan plasenta secara manual, dengan cara memasukkan tangan penolong melewati vagina kedalam rahim dengan general atau regional anastesia. Tindakan ini juga memiliki efek samping yakni perdarahan, infeksi dan trauma alat genitalia. Alternatif prosedur nonoperatif pernah dilaporkan yakni injeksi larutan saline 0,9% plus oksitosin atau prostaglandin melalui vena umbilikalis juga dapat mengurangi dilakukannya tindakan melahirkan plasenta secara manual.3
Sulproston merupakan turunan sinetik dari prostaglandin–E2 yang menyebabkan terjadinya kontraksi uterus. Biasanya preparat ini digunakan untuk terminasi kehamilan trimester kedua dan ketiga dan juga digunakan untuk mengatasi terjadinya atonia uteri pasca persalinan. Efek samping obat ini adalah terjadinya hipotensi atau hipertensi dan spasme arteri koronaria. 3
Indikasi bagi pemberian sulproston adalah pada pasien-pasien pasca melahirkan yang telah mendapatkan penanganan manajemen kala III aktif, tetapi dalam 60 menit setelah kelahiran bayi plasenta belum lahir, atau terjadi perdarahan lebih dari 500 ml. 3
Kontraindikasi pemberian sulproston adalah umur penderita kurang dari 18 tahun atau lebih dari 40 tahun, umur kehamilan kurang dari 28 minggu, terdapat riwayat penyakit kardiovaskuler, terjadi perdarahan lebih dari 1000 ml, pengurangan tekanan darah diastolik lebih dari 20 mmHG, takikardi lebih dari 120 dpm, adanya infeksi ginekologis, penderita dengan riwayat asma, bronkitis, epilepsi dan sakit jantung.


Cara pemberian
Beekhuzein dan kawan-kawan melaporkan pemberian sulproston dengan dosis 250 ug ke dalam larutan infus secara intra vena dilakukan selama 30 menit. Selama pemberian tersebut dilakukan traksi tali pusat terkendali setiap 10 menit. Pemberian obat harus segera dihentikan apabila plasenta telah keluar. Jika plasenta tetap tidak keluar setelah 30 menit sulproston diberikan atau terjadi perdarahan lebih dari 1500 ml maka segera lakukan tindakan manual plasenta. Perlu diperhatikan, bahwa kehilangan darah bukan dihitung setelah terapi sulproston diberikan, tetapi setelah bayi dilahirkan, atau bila pasien ini pasien rujukan perlu ditanyakan jumlah perdarahan yang terjadi sebelum ia di rujuk.
Dari penelitian Bekhuizen dan kawan-kawan yang melibatkan 103 subyek penelitian, didapatkan hasil bahwa sebanyak 49% pasien dengan retensi plasenta berhasil diterapi tanpa menggunakan tindakan manual plasenta.

variabel Tanpa manual plasenta Kehilangan darah (ml)
Sulproston (n=77) 38 (49%) 1062
Placebo (n = 26) 4 (18%) 1450

Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa pemberian sulproston dapat mengurangi jumlah perdarahan. Karena perdarahana pada pasien yang memerlukan tindakan manual plasenta lebih banyak daripada yang tidak, maka dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pengurangan jumlah perdarahan bukan akibat efek langsung dari sulproston, melainkan efek tidak langsung dengan mencegah terjadinya tindakan manual plasenta. Dosis maksimum sulproston yang diberikan (biasa dipakai di negara asal peneliti yakni Belanda) adalah 500ug dalam 30 menit.

Kesimpulan
1. Pasien dengan retensi plasenta dengan pemberian 250ug sulfrostone intravena selama 30 menit dapat mengurangi dilakukannya tindakan manual plasenta sehingga jumlah perdarahan dapat dikurangi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis dan regimen prostaglandin lainnya untuk penanganan retensi plasenta.

Tinjauan Pustaka
1. Bergel,Carolli,2001: Umbilical vein injection for management of retained placenta, the Cochrane database, www. mrw.interscience.willey.com
2. gulmezoglu, et all, 2004 : Prostaglandin for prevention of postpartum haemorrhage, the Cochrane database, www.mrw.intersciense.willey.com
3. Beekhuzien,MD, et all, 2006, Sulprostone reduces the need for the manual removal of the placenta in patient with retained placenta : A randomized controlled trial, www. AJOG.com
4. department of reproductive helath and research, 2000, Mnaging Complication in pregnancy and childbirth, WHO

Tidak ada komentar: